Otonomi 2
PENDAPATAN
SUMBER DAYA ALAM
Sumber
daya alam adalah
segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya.Yang tergolong di
dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan,
dan mikroorganisme,
tetapi juga komponen abiotik,
seperti minyak bumi, gas alam,
berbagai jenis logam,
air, dan tanah.
Sumber
daya alam secara umum dibedakan menjadi sumber daya yang dapat diperbarui dan
sumber daya yang tak terbarukan. Namun suatu saat sumber daya yang dapat
diperbarui dapat menjadi tidak dapat diperbarui, dikarenakan permintaan yang
terus meningkat sehingga laju pengurasan melebihi laju reproduksinya. Dalam
fungsi produksi, konsep dapat diperbarui merupakan kunci. Oleh karenanya
kelangkaan sumber daya menjadi perhatian utama para ahli ekonomi. Stok kapital,
tenaga kerja dan beberapa sumber daya alam sebagai input produksi merupakan
faktor yang dapat diperbarui, sementara sumber daya energi yang dipakai saat
ini sebagian besar tidak dapat diperbarui.
Tingginya tingkat biodiversitas Indonesia ditunjukkan dengan
adanya 10% dari tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12%
dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut. Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji
coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati
urutan atas dari segi produksinya di dunia. Sumber daya alam di Indonesia tidak
terbatas pada kekayaan hayatinya saja. Berbagai daerah di Indonesia juga
dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas, dan perak. Di samping itu, Indonesia juga
memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman.
Wilayah perairan yang mencapai 7,9 juta km2 juga menyediakan potensi
alam yang sangat besar.
PENDISTRIBUSIAN
HASIL DARI SDA DENGAN KAITAN UU NO.25 TAHUN 1999
Bagian Daerah dari penerimaan sumber
daya alam adalah bagian daerah dari penerimaan negara yang berasal dari
pengtelolaan sumber daya alam, antara lain di bidang pertambangan umum,
pertambangan minyak dan gas bumi, kehutanan, dan perikanan. Penerimaan Negara
dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor
perikanan dibagi dengan imbangan 20 % (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat
dan 80 % (delapan puluh persen) untuk Daerah.
Sedangkan Penerimaan Negara dari
sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari
wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut :
a )
Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah
daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dibagi dengan imbangan 85 % (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat
dan 15 % (lima belas persen) untuk Daerah.
b) Penerimaan Negara dari pertambangan gas
alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70 % (tujuh puluh persen)
untuk Pemerintah Pusat dan 15 % (lima belas persen) untuk Daerah.
Bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam dari sektor
kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan yang diterima dari
Pemerintah Pusat ditetapkan sebagai berikut :
1. Sektor
Kehutanan dibagi sebagai berikut :
·
80
% (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan dibagi
dengan perincian :
•
Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam
belas persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar
64 % (enam puluh empat persen).
·
80 % (delapan puluh persen) dari
penerimaan Provinsi Sumber Daya Hutan di bagi dengan perincian :
•
Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam
belas persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar
32 % (tiga puluh dua persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam
Provinsi yang bersangkutan sebesar 32 % (tiga puluh dua persen).
2. Sektor
Pertambangan Umum dibagi sebagai berikut :
·
80 % (delapan puluh persen) dari
penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) di bagi dengan perincian :
•
Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam
belas persen)
•
Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar
64 % (enam puluh empat persen).
·
80
% (delapan puluh persen) dari penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi
(royalty) dibagi dengan perincian :
•
Bagian Provinsi sebesar 16 % (enam
belas persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar
32 % (tiga puluh dua persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam
Provinsi yang bersangkutan sebesar 32 % (tiga puluh dua persen).
3. Sektor Perikanan
Sebanyak 80 % (delapan puluh persen)
dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan dibagikan
secara merata kepada seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Penerimaan Negara dari sumber daya
alam sektor perikanan terdiri dari :
a. Penerimaan Pungutan Pengusahaan
Perikanan
b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan
Bagian Daerah yang berasal dari
penerimaan Pertambangan Minyak Bumi diperinci sebagai berikut.
•
Bagian Provinsi yang bersangkutan
sebesar 3 % (tiga persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota penghasil sebesar
6 % (enam persen);
•
Bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam
Provinsi yang bersangkutan sebesar 6 % (enam persen).
Bagian Daerah yang berasal dari penerimaan Pertambangan Gas Alam dibagi
dengan perincian sebagai berikut :
•
Bagian Provinsi yang bersangkutan
sebesar 6 % (enam persen);
•
Bagian
Kabupaten/Kota penghasil sebesar 12 % (dua belas persen);
•
Bagian
Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan sebesar 12 % (dua belas
persen).
Lebih jauh pengaturan kedua sumber
Penerimaan Negara ini yang menjadi porsi Pemerintah Pusat dibagikan kepada
seluruh Kabupaten dan Kota. Dengan perkataan lain bahwa secara nominal kedua
sumber penerimaan ini seluruhnya milik daerah, walaupun ada intervensi
Pemerintah Pusat dalam skala yang relatif kecil sebagai penyangga keseimbangan
penerimaan antar daerah. Bagi hasil penerimaan negara dari sumber daya alam
secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Persentase Alokasi Bagi Hasil Penerimaan dari
Sumber Daya Alam.
Sumber Daya Alam
|
Pusat
|
Propinsi
|
Kab/Kota
Penghasil
|
Kab/Kota
Lainnya
|
Minyak
|
85 %
|
3 %
|
6 %
|
6 %
|
Gas Alam
|
70 %
|
6 %
|
12 %
|
12 %
|
Pertambangan
Umum: Iuran Tetap (Land-rent)
|
20 %
|
16 %
|
64 %
|
0 %
|
Pertambangan
Umum: Iuran Explorasi dan Exploitasi (Royalti)
|
20 %
|
16 %
|
32 %
|
32 %
|
Hutan: Iuran
Hasil Pengusahaan Hutan (IHPH)
|
20 %
|
16 %
|
64 %
|
|
Hutan: Provinsi Sumber Daya Hutan
(SDH)
|
20 %
|
16 %
|
32 %
|
32 %
|
Perikanan:
Pungutan Pengusahaan dan Hasil Perikanan
|
20 %
|
80 %
|
Sumber: Undang-undang No.25 Tahun
1999
Sumber penerimaan daerah dari bagi
hasil memang secara explisit telah ditujukan gambaran nominalnya dalam bentuk
persentase. Berdasarkan rumusan yang demikian posisi masing-masing daerah
otonom sebetulnya pada pengkajian terukur terhadap sumber-sumber penerimaan.
Melalui gambaran demikian, paling tidak setelah diberlakukannya Undang-Undang
secara langsung dapat terdeteksi konstribusi penerimaan daerah otonom dari
sumber-sumber ini dalam konteks fiskal daerah. Lebih jauh yang menjadi
pertanyaan adalah melalui prinsip alokasi dana berdasarkan daerah penghasil
seperti itu tentu akan sangat bervariatif dampaknya kepada masing-masing daerah
otonom. Daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang signifikan
seperti Kalimantan Timur, Riau, Irian Jaya, Aceh, dan lainnya tentu akan
memiliki alokasi yang besar yang memang telah dijaminkan dalam Undang-Undang
persentase keberadaannya. Bagi daerah yang “kurang” potensi sumber daya alam
memang akan berdampak cukup serius pada posisi fiskal daerah, khususnya dari
sisi penerimaan. Melalui Undanag-Undang Nomor 25 Tahun 1999, kondisi yang
demikian akan dikompensasi melalui dana perimbangan yang berupa alokasi umum,
disamping juga dana alokasi khusus.
TERIMA KASIH
Komentar
Posting Komentar