SHU (sisa hasil usaha), Nilai dan prinsip dasar sebagai kekuatan koperasi dalam menghadapi globalisasi ekonomi, pemberdayaan koperasi melalui penguatan manajemen pemasaran strategic, kewirausahaan koperasi
SHU (SISA HASIL USAHA)
Pengertian SHU
SHU koperasi adalah pendapatan yang di peroleh dalam
waktu satu tahun buku yang di kurang dengan biaya,penyusutan dan
kewajuban,termasuk pajak dalam tahun buku yang berhubungan. SHU setelah di kurangi dengan dana cadangan
lalu di bagikan kepada anggota sesuai dengan jasa masing-masing anggota,dan di
gunakan untuk pendidikan pengkoperasian. Semakin besar transaksi,maka semakin
besar SHU yang di terima.
Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan
dalam Rapat Anggota.Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan
berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap
pembentukan pendapatan koperasi.SHU terdapat di dalam pasal 45 ayat (1) UU No.
25/1992, adalah sebagai berikut:
Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh
dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya
termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
Rumus Pembagian
SHU
Rumus Pembagian SHU Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat1. Mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”. Didalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, danasosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%. Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota. Perumusan : SHU = JUA + JMA, dimana
Rumus Pembagian SHU Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat1. Mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”. Didalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, danasosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%. Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota. Perumusan : SHU = JUA + JMA, dimana
SHU = Va/Vuk . JUA + Sa/Tms . JMA
Dengan keterangan sebagai berikut :
SHU :
sisa hasil usaha
JUA
: jasa usaha anggota
JMA :
jasa modal sendiri
Tms
: total modal sendiri
Va
: volume anggota
Vak : volume usaha total kepuasan
Sa :
jumlah simpanan anggota
Prinsip-prinsip Pembagian SHU Koperasi
1. SHU yang dibagi
adalah yang bersumber dari anggota.
2. SHU anggota
adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
3. Pembagian SHU
anggota dilakukan secara transparan.
4. SHU anggota
dibayar secara tunai
Pembagian SHU per Anggota
SHU per anggota haruslah diberikan
secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan
dirinya sebagai badan usaha yang sehat
kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.
Contoh :
Perhitungan SHU
(Laba/Rugi) Koperasi A Tahun Buku 1998 (Rp000)
Penjualan
/Penerimaan Jasa
|
Rp
850.077
|
Pendapatan
lain
|
Rp
110.717
|
Rp
960.794
|
|
Harga
Pokok Penjualan
|
Rp
(300.539)
|
Pendapatan
Operasional
|
Rp
659.888
|
Beban
Operasional
|
Rp
(310.539)
|
Beban
Administrasi dan Umum
|
Rp
(35.349)
|
SHU
Sebelum Pajak
|
Rp
214.00
|
Pajak
Penghasilan (PPH Ps 21)
|
Rp
(34.000)
|
SHU
setelah Pajak
|
Rp
280.000
|
Sumber SHU:
SHU Koperasi A
setelah pajak Rp 280.000
Sumber SHU:
- Transaksi
Anggota Rp 200.000
- Transaksi Non
Anggota Rp 80.000
Pembagian SHU menurut Pasal 15, AD/ART Koperasi A:
a. Cadangan
: 40% X 200.000 ; Rp 80.000
b. Jasa
Anggota : 40 % X 200.000 : Rp 80.000
c. Dana
Pengurus : 5% X 200.000 : Rp 10.000
d. Dana
Karyawan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
e. Dana
Pendidikan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
f. Dana
Sosaial : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
Rapat anggota
menetapkan bahwa SHU bagian Anggota dibagi sebagai berikut:
Jasa Modal : 30%
X Rp 80.000.000 Rp24.000.000
Jasa Usaha : 70%
X Rp 80.000.000 Rp 56.000.000
Jumlah anggota,simpanan dan volume usaha koperasi:
Jumlah Anggota :
142 orang
Total Simpanan
Anggota : Rp 345.420.000
Total Transaksi
Anggota : Rp 2.340.062.000.
Per anggota Contoh: SHU yang diterima
SHU Usaha Adi =
5.500/2.340.062 (56.000) = Rp 131,62
SHU Modal Adi =
800/345.420 (24.000) = Rp 55,58
Dengan demikian,
jumlah SHU yang diterima Adi adalah:
Rp 131.620 + Rp
55.580 = Rp 187.200
Daftar Pustaka
(
Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)
NILAI
DAN PRINSIP DASAR SEBAGAI KEKUATAN KOPERASI DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI
EKONOMI
Pengertian Globalisasi
Globalisasi
adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh
dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan
bentuk-bentuk interaksi yang
lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di
mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,
bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas
negara.
Globalisasi perekonomian merupakan
suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan,
dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi
dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian
mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal,
barang dan jasa. Ketika
globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan
keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan
semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar
produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya
juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Koperasi di Era Globalisasi
Keberadaan beberapa koperasi telah
dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan
intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang
menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut
diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan
kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan
lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha
yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak
dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan
memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain.
Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana
yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus
ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa
daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk
menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi
lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat
dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan
anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan
rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik.
Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang
lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa
kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang
memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan
Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki
oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang
menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan
mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama
koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi
perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas
anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di
koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah
berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi
‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan
ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar
koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi
alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Jadi
jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting walaupun harus
menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi yang
bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih sangat
penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha
mensejahterakan rakyat Indonesia.
Koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.Meskipun koperasi lebih memberi fokus untuk memenuhi kebutuhan lokal para anggotannya, mereka juga bekerjasama dan terkait. Mereka sama-sama mendukung dan mempraktekan nilai maupun prinsip yang terkandung didalam ICIS (Pernyataan Internasional tentang jatidiri Koperasi). Basis demokrasi dan kombinasi tujuan sosial ekonomi yang unik menempatkan koperasi sebagai lembaga ideal yang berperan untuk meningkatkan kelayakan globalisasi.
Koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.Meskipun koperasi lebih memberi fokus untuk memenuhi kebutuhan lokal para anggotannya, mereka juga bekerjasama dan terkait. Mereka sama-sama mendukung dan mempraktekan nilai maupun prinsip yang terkandung didalam ICIS (Pernyataan Internasional tentang jatidiri Koperasi). Basis demokrasi dan kombinasi tujuan sosial ekonomi yang unik menempatkan koperasi sebagai lembaga ideal yang berperan untuk meningkatkan kelayakan globalisasi.
Dalam
banyak hal koperasi adalah cermin dan lebih menampakan wajah kemanusiaan dari
globalisasi yang mementingkan uang dan modal semata-mata. Bukan tidak mungkin
untuk menghadapi persaingan pasar bebas pengembangan peran masyarakat melalui
koperasi akan menjadi salah satu titik yang menjadikan globalisasi sebagai
pembukaan kesempatan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk menunjukan
sejauhmana potensi dan apa yang akan dilakukan koperasi agar bertahan dalam
globalisasi yang diwarnai oleh persaingan efisiensi dan profesionalisme pelaku
bisnis dan apa yang sesungguhnya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan
koperasi dalam memberdayakan masyarakat dalam potensi ekonomi Untuk menghadapi
Era Globalisasi, koperasi di Indonesia memerlukan beberapa hal seperti:
1. Membagi koperasi menurut beberapa sektor :
a. Koperasi produsen atau koperasi yang bergerak
di bidang produksi
b. Koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
c. Koperasi kredit dan jasa keuangan
2. Koperasi produksi harus merubah strategi
kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan
yang dihadapi.
3. Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri
koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan
koperasi harus dijadikan point penting karena hal itu yang mendasari segala
aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah
koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai
perkoperasian.
4. Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi
harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi
kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya
kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi
anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi
berbeda-beda.
5. Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam
mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya
dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
6. Kegiatan koperasi bersinergi dengan aktifitas
usaha anggotanya.
7. Adanya efektifitas biaya transaksi antara
koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika
dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
Dengan
demikian, koperasi setidaknya mampu menghadapi era globalisasi saat ini, bukan
malah terseret arus globalisasi yang berdampak koperasi akan tenggelam. Keberhasilan
usaha koperasi di Indonesia biasanya bergantung pada dua hal. Pertama, program
pemerintah karena koperasi sering dijadikan “kepanjangan” tangan pemerintah
dalam mengatur sendi perekonomian. Kedua, keinginan pemenuhan kebutuhan
anggota; jadi koperasi koperasi seringkali dipakai sebagai alat pemenuhan
kebutuhan anggota yang biasanya juga berkaitan dengan program yang telah
dicanangkan pemerintah.
Peluang dan Tantangan koperasi di era
globalisasi
Tantangan koperasi dalam menghadapi globalisasi antara lain :
1. Keterbatasan informasi pasar dan teknologi
2. Kendala dalam akses permodalan
3. Kapasitas SDM yang relatif rendah disebabkan
faktor budaya yang membatasi ruang geraknya dalam berorganisasi dan
4. Belum dikenalnya keberadaan koperasi dikalangan
masyarakat.
Solusi
menggerakan denyut nadi koperasi menghadapi globalisasi adalah melalui pemberdayaan
masyarakat sendiri secara profesional, otonom, dan mandiri dalam arti
berkemampuan mengelola usaha sebagaimana layaknya badan usaha lain, koperasi
juga harus mampu mengoptimalkan potensi ekonominya serta memiliki kemampuan
untuk bekerjasama dengan seluruh perilaku ekonomi. Dengan semakin besarnya
peluang masyarakat dan meningkatnya jumlah kelompok masyarakat yang memiliki
usaha produktif, perlu dipertimbangkan untuk menumbuhkan koperasi-koperasi baru
yang otonom, dan mandiri.
Untuk
itu perlu :
1. Dimotivasi melalui pendidikan ;
2. Sosialisasi dalam rangka pengembangan sosial
kapital kelompok masyarakat
3. Membangun sistem pemberdayaan ekonomi kaum
masyarakat
4. Memacu pengembangan usaha produktif
5. Menumbuhkan jiwa kewirakoperasian serta
6. Mempermudah mekanisme pendirian koperasi.
Daftar Pustaka
(
Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)
PEMBERDAYAAN KOPERASI MELALUI PENGUATAN
MANAJEMEN PEMASARAN STRATEGIC
Harry S.Freedom (1999), mengemukakan
bahwa manajemen usaha-usaha kecil itu biasanya terlalu banyak yang hendak/harus
dikerjakan tetapi terlalu sedikit waktu yang tersedia. Ini mungkin karena
soalnya begitu pelik atau mungkin yang mengerjakannya tidak mempunyai
kapasitas/kemampuan untuk itu baik diukur dari kegiatan-kegiatannya (actions)
maupun dari batasan waktu yang sebenarnya. Diakui bahwa memang terdapat
batasan-batasan dana, waktu dan personalia dalam bahan-bahan usaha yang
relative kecil termasuk koperasi.Disadari bahwa lingkungan koperasi itu
berubah-berubah, Manajemen koperasi harus selalu menyadari perubahan-perubahan
ini. Ini dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, serta pengalaman . Kita
mengetahui bahwa perubahan-perubahan itu meliputi kompleksa yang mungkin tidak
dapat dikuasai pengurus koperasi. Oleh karena itu koperasi harus mengubah
pendekatan menajerialnya terhadap perubahan-perubahan yang cepat ini. Kalau
menggunakan konsultan atau bimbingan direktorat mungkin tidak ada dana
atau waktu maka jelas pendekatan soal harus dilakukan sendiri oleh koperasi.
Yang harus dilakukan adalah berusaha meneliti pola-pola (perubahan) data. Ada
yang menyimpang dari pola ini saja yang perlu diperhatikan sehingga tindak
lanjutnya dibatasi gerakannya, dengan demikian starategi kebijaksanaan dan
taktik dapat diarahkan.
KEBIJAKAN
DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan, sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Perekonomian nasional, jika diukur dengan PDB,
telah pulih dari krisis ekonomi pada tahun 2003. Secara umum peran usaha mikro
dan kecil dalam PDB mengalami kenaikan dibanding sebelum krisis, bersamaan
dengan merosotnya usaha menengah dan besar, terutama pada puncak krisis
ekonomi tahun 1998 dan 1999, namun kemudian tergeser kembali oleh usaha
besar. Usaha kecil telah pulih dari krisis pada tahun 2001, dan
usaha besar baru pulih dari krisis pada tahun 2003, sedang untuk usaha menengah
diperkirakan pulih pada tahun 2004. Krisis ekonomi mengakibatkan
Indonesia tertinggal tujuh tahun dibandingkan negara lain dalam membangun daya
saing perekonomian nasionalnya.
Untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi
yang ditetapkan oleh Kabinet Indonesia Bersatu, maka pemberdayaan usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) perlu memperoleh perhatian, mengingat:
1.
PERTUMBUHAN EKONOMI MEMERLUKAN DUKUNGAN
INVESTASI
Pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif akan sulit menarik investasi. Untuk itu, keterbatasan investasi perlu diarahkan pada upaya mengembangkan wirausaha baru. Usaha Kecil pada tahun 2003 rata-rata hanya memerlukan investasi sebesar Rp 1,5 juta per unit usaha yang dapat menghasilkan PDB sebesar Rp 4,3 juta atas dasar harga
Pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif akan sulit menarik investasi. Untuk itu, keterbatasan investasi perlu diarahkan pada upaya mengembangkan wirausaha baru. Usaha Kecil pada tahun 2003 rata-rata hanya memerlukan investasi sebesar Rp 1,5 juta per unit usaha yang dapat menghasilkan PDB sebesar Rp 4,3 juta atas dasar harga
2.
PENYERAPAN TENAGA KERJA OLEH UKM
UKM mampu menyerap 99,45% tenaga kerja
di Indonesia. Berkembangnya wirausaha sebanyak 6,67 juta dalam lima
tahun, dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja oleh usaha kecil sebesar
1,6 orang tenaga kerja per unit usaha, maka usaha kecil diharapkan mampu
memberikan lapangan kerja baru bagi 10,67 juta orang. Jika pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja oleh sektor usaha besar dan menengah konsisten, maka
sasaran pengangguran sebesar 5,1% (atau hanya 5,94 juta orang menganggur, yang
berarti sebanyak 110,6 juta orang bekerja dari perkiraan 116,516 juta angkatan
kerja pada tahun 2009) akan dapat dicapai. Bahkan, jika
pengembangan kewirausahaan dan penumbuhan unit usaha baru dilaksanakan secara
optimal, pengangguran terbuka akan dapat ditekan pada angka 3,28% pada
tahun 2009. Perhitungannya tahun 2003, jumlah angkatan kerja di Indonesia
103,416 ribu orang, yang bekerja 92,057 ribu orang dan yang menganggur 11,359
ribu orang. Dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja yang
ada hanya 2 juta per tahun yang berarti 10 juta dalam lima tahun ditambah 10,67
juta dari wirausaha baru, maka perkiraan jumlah penduduk yang bekerja pada
tahun 2009 sekitar 112,7 juta orang, yang berarti tingkat pengangguran dalam
kisaran 3,28%.
3. PRODUKTIVITAS
PEMBENTUKAN PDB USAHA MIKRO DAN KECIL
Produktivitas pembentukan PDB usaha mikro dan kecil per tenaga kerja atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 sebesar Rp 10,45 juta per orang (US$ 1.161, asumsi kurs US$ = Rp 9.000), dengan laju pertumbuhan rata-rata dalam 4 tahun terakhir 9,35%, sehingga pada tahun 2009 diperkirakan produktivitasnya sebesar Rp 17,87 juta per orang tenaga kerja atau setara dengan USD 1.787 (dengan asumsi sangat konservatif US$ 1 = Rp 10.000). Perlu diingat, ini terkait dengan 88,4% tenaga kerja di Indonesia. Peningkatan ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan per kapita dari kelompok mayoritas penduduk terbawah dari US$ 431,6 menjadi US$ 875,9 per kapita (Rasio TK : penduduk = 1 : 2,69 pada tahun 2003 menjadi 1 : 2,04 pada tahun 2009). Pemberdayaan UKM akan membantu upaya meningkatkan pendapatan per kapita, dan sekaligus meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga upaya menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 8,2% pada tahun 2009 dapat dicapai.
Produktivitas pembentukan PDB usaha mikro dan kecil per tenaga kerja atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 sebesar Rp 10,45 juta per orang (US$ 1.161, asumsi kurs US$ = Rp 9.000), dengan laju pertumbuhan rata-rata dalam 4 tahun terakhir 9,35%, sehingga pada tahun 2009 diperkirakan produktivitasnya sebesar Rp 17,87 juta per orang tenaga kerja atau setara dengan USD 1.787 (dengan asumsi sangat konservatif US$ 1 = Rp 10.000). Perlu diingat, ini terkait dengan 88,4% tenaga kerja di Indonesia. Peningkatan ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan per kapita dari kelompok mayoritas penduduk terbawah dari US$ 431,6 menjadi US$ 875,9 per kapita (Rasio TK : penduduk = 1 : 2,69 pada tahun 2003 menjadi 1 : 2,04 pada tahun 2009). Pemberdayaan UKM akan membantu upaya meningkatkan pendapatan per kapita, dan sekaligus meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga upaya menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 8,2% pada tahun 2009 dapat dicapai.
4. STABILITAS
EKONOMI MAKRO
Pengembangan UMKM diharapkan akan
meningkatkan stabilitas ekonomi makro karena menggunakan bahan baku lokal dan
memiliki potensi ekspor, sehingga akan membantu menstabilkan kurs rupiah dan
tingkat inflasi. Pembangunan UMKM akan menggerakkan sektor riil
karena UMKM umumnya memiliki keterkaitan industri yang cukup tinggi. Sektor
UMKM diharapkan akan menjadi tumpuan pengembangan sistem perbankan yang
kuat dan sehat pada masa mendatang, mengingat non-performing loan-nya yang relatif
sangat rendah. Pengembangan UMKM juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di
bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia
lainnya.
5. KEHIDUPAN YANG
AMAN, DAMAI, ADIL, DEMOKRATIS, DAN SEJAHTERA
Adanya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan diharapkan akan membantu mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera. Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat; serta sulit mewujudkan keadilan hukum, jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat nyata. Pembangunan UMKM merupakan salah satu jawaban untuk mewujudkan visi Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
Adanya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan diharapkan akan membantu mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera. Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat; serta sulit mewujudkan keadilan hukum, jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat nyata. Pembangunan UMKM merupakan salah satu jawaban untuk mewujudkan visi Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
PERMASALAHAN
1.
RENDAHNYA
PRODUKTIVITAS
Perkembangan
kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan
peningkatan kualitas UMKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah
yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan
kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar.
Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan
kecil yang belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja seperti ini
berkaitan dengan : (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM, khususnya
dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan
(b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM
sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan
pendapatan, dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus
mendorong peningkatan daya saing nasional.
2. TERBATASNYA AKSES UMKM KEPADA SUMBERDAYA PRODUKTIF
UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing.
Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak. Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang berisiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.
UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing.
Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak. Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang berisiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.
3. MASIH RENDAHNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI KOPERASI
Sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai manajer koperasi.
Sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai manajer koperasi.
4. TERTINGGALNYA KINERJA KOPERASI DAN KURANG BAIKNYA CITRA KOPERASI
Kurang pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni :
Kurang pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni :
-
Koperasi yang didirikan tanpa didasari dengan
adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari
para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang
otonom dan swadaya/mandiri;
-
Koperasi yang tidak dikelola secara
profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana
layaknya sebuah badan usaha;
-
Masih terdapat kebijakan regulasi yang kurang
mendukung kemajuan koperasi;
-
Koperasi masih sering dijadikan oleh
segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu
sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak
sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang
bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.
Sebagai akibat
dari kondisi di atas, maka : (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam
perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya; dan (ii)
citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut
mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian, dan dukungan masyarakat
kepada koperasi.
5.
KURANG KONDUSIFNYA
IKLIM USAHA
Koperasi dan UMKM
pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim
usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah:
(a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Di samping itu, kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.
(a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Di samping itu, kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.
Sasaran Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar, melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu, UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.
Dengan perspektif peran seperti ltu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004-2009 adaIah:
- Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari Iajupertumbuhan produktivitas nasional;
- Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
- Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan Iaju pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
- Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
- Meningkatnya
kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri
koperasi.
Daftar Pusaka
(
Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)
KEWIRAUSAHAAN
KOPERASI
Pengertian kewirausahaan koperasi
Kewirausahaan koperasi merupakan sikap
mental positif dalam berusaha secara kooperatif (bekerja bersama-sama). Sikap mental
positif berarti orientasi seorang wirakop (orang yang melaksankan kewirakoperasian)
harus diarahkan pada upaya perbaikan secara terus menerus guna mencapai kinerja
koperasi yang unggul. Perbaikan-perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan
mengefektifkan kerjasama yang harmonis berbagai kalangan yang berperan aktif
dalam pengembanagn koperasi seperti, angfgota,pihak menejemen, birokrat, maupun
para katalis. Tugas utama wirakop adalah menjadi prakarsa inovatif, artinya
menjadi orang terdepan dalam usaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluan
yang ada untuk menemukan sesuatu yang bari dan bermanfaat demi kepentingan
bersama. Bertindak inovatif tidak hanya dilakukakan ada saat memulai usaha tetapi
juga pada saat usaha itu berjalan, bahkan pada saat usaha koperasi berada dalam
kemunduran. Perihal yang lebih penting adalah tindakan inovatif pada saat usaha
koperasi berada dalam kemunduran (stagnasi). Pada saat itu wirakop diperlukan
agar koperasi berada pada siklus hidup yang baru.
Seorang wirakop harus memilki
keberanian mengambil resiko. Dunia penuh dengan ketidakpastian , sehingga
hal-hal yang diharapkan kadang tidak seuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Untuk menghadapinya diperlukan wirausahawan yang mempunyai kemampuan mengambil
resiko. Tentu saja pengambilan reiko ini dilakukan dengan
perhitungan-perhitungan yang cermat. Pada koperasi, resiko ditimbulkan oleh ketidakpastian
sedikit terkurangi oleh orietai usahanya yanga lebih banyak di pasar internal. Pasa
rinternal memungkinkan etiap usaha menjadi beban koperasi dan anggotanya karena
koperasi adalah milik anggopta. Oleh karena itu seharusnya anggota tidak mungkin
merugikan koperasinya. Kalaupun terjadi kerugian dalam kegiatan operasional,
resiko terebut akan ditanggung bersama-sama sehingga resiko per anggota menjadi
relative kecil.
Kegiatan wirakop harus berpegang teguh
pada prinsip koperasi, terutama prinsip identitas koperasi, yaitu anggota
sebagai pemilik sekaligus sebgai pelanggan yang ahrus diutamakan agar aggota
mau berpartisipasi aktif terhadap koperasi. Karena para wirakop bertugas meningkat
pelayanan dengan jalan menyediakan berbagai kebutuhan anggotanya. Selain
prinsip identitas koperasi juga memilki prinsip lain seperti yang dituangkan
pada UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992.
Prinsip tersebut terdiri dari : a) keanggotaan bersifat terbuka dan suka rula.
B) pengelolaan dilakukan secara demokratis. C) pemabgian sisa hasil usaha
dilakukan secara adil sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota. D)
pemberian balas jasa yang terbatas terhdap modala. E) kemandirian. F)
pendidikan perkoperasian, dan G) kerjasama antar koperasi.
Tujuan utama setiap wirakop dalam
memenuhi kebutuhan anggota koperasi dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dalam rangka mencapai tujuan terebut seorang wirakop harus mampu menyeimbangkan
berbagai kepentingan yang ada di lingkungan koperasi, seperti kepentingan
anggota, perusahaan koperasi, karyawan, dan lain-lain. orangg wirakop terkadan dihadapkan
pada masalah konflik kepentingan masing-masing pihak. Bila ia lebih
mementingkan usaha koperasi, otomatis ia harus berorientasi di pasar eksternal dan
hal ini berarti mengrangi nilai pelayanan terhadap anggota. Sebaliknya, bila orientasinya
di pasar internal dengan mengutamakan kepentingan anggota yang menjadi korban
adalah pertumbuhan koperasi yang lambat.
Kewirausahaan dalam koperasi dapat
dilakukan oleh anggota, menejer, birokrat yang berperan dalam pembangunan
koperasi, dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap perkembangan koperasi.
Fungsi
Kewirakoperasian
Fungsi
kewirakoperasian dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Kewirakoperasian rutin
2.
Kewirakoperasian arbitase, dan
3.
Kewirakoperasian inovatif.
-
Kewirakoperasian rutin berkaitan dengan
berbagai kegiatan yang bersifat rutin dalam organisasi usaha koperasi seperti produksi,
pemasaran,personalia, keuangan, administrasi, dan lain-lain. Program-program
telah direncanakan, di organisasi, dan dilaksanakan. Tugas wirakop hanyalah meluruskan
atau mengendalikan ssesuatu agar berjalan sesuai dengan program yang telah
direncanakan. Dalam pengertian lain, tugas wirakop ynag bersifat rutin
berhubungan erat dengan alokasi factor produksi. Dalam alokasi sumberdaya
kadang terjadi penyimpangan dari hal yang direncanakan semula, dan penyimoangan
ini perlu diluruskan. Jadi pada dasarnya kegiatan wirakop dalam hal ini hanyalah
menyelesaikan permasalahn yang terjadi dalam aktivitas rutin sehari-hari. Kewirakoperasian
rutin mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Kegiatan
kewirakoperasian berhubungan dengan evaluasi dan koreksi bila terjadi mis
alokasi
sumberdaya.
b. Menejer (wirakop)
mempunyi informasi yang banyak tentang sumber daya, tujuan dan resiko yang
dihadapai.
c. Rendahnya ketidakpastian
memungkinkan wirakop mampu memaksimumkan tujuan
(misalnya
provit).
-
Kewirakoperasian arbitrasi berkaitan dengan
keputusan-keputusan wirakop yang diambil dari dua kondisi yang berbeda. Tuga
sutama dari wirakop dalam hal ini mencari peluang yang menguntungkan dari dua
kondisi yang berbeda. Misalnya harga input di daerah A lebih murah dari pada
daerah B, maka wirakop yang jeli akan mendatangkan input dari daerah A bila hal
itu relative lebih menguntungkan. Kondisi lain, bila harga output di daerah C
lebih tinggi dari pada daerah D maka wirakop yang jeli akan menjual di daerah C
sepanjang memberikan tambahan keuntungan. Kemudian, untuk memperoleh
keberhasilan dalam kondisi ini, wirakop haru mempunyai informasi yang banyak
tentang lingkungan dan pasar yang hendak dituju dan memanfaatkan informasi ini
untuk kemajuan koperasi.
-
Kewirakoperasian inovatif berkaitan dengan
kegiatan wirakop dalam mencari, menemukan dan memanfaatkan peluang-peluangbinis
hingga menemukan seseorang yang baru dan berbeda. Wirakop yang inovatif berarti
wirakop yang selalu tidak puas dengan kondisi yang ada. Ia selalu berusaha
mencari, menemukan dan memanfaatkan peluang yang diperoleh. Ia sangat diperlukan
terutama pada kondisi dimana perusahaan (termasuk koperasi) mengalami stagnasi.
Ia juga diperluka oleh perusahaan atu koperasi yang menghadapi masalah
ketidakpastian yang serius dalam lingkungan yang dinamis.
Tipe-tipe kewirakoperasian
Kewirakoperasian dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1.Kewirakoperasian Anggota
2.Kewirakoperasian Manager
3.Kewirakoperasia Birokrat
4.Kewirkoperasian Katalis
Tugas-tugas kewirakoperasian :
Tugas kewirakoperasian adalah menciptakan keunggulan bersaing koperasi dibanding dengan organisasi usaha pesaingnya.Keunggulan tersebut dapat di peroleh melalui :
1.Mendudukkan koperasi sebagai penguasa yang kuat di pasar.
2.Kemampuan dalam mereduksi biaya transaksi.
3.Pemanfaatan interlinkage market.
4.Pemanfaatan trust capital.
5.Pengedalian ketidakpastian.
Prasyarat keberhasilan kewirakoperasian :
1.Kewirakoperasian Anggota
2.Kewirakoperasian Manager
3.Kewirakoperasia Birokrat
4.Kewirkoperasian Katalis
Tugas-tugas kewirakoperasian :
Tugas kewirakoperasian adalah menciptakan keunggulan bersaing koperasi dibanding dengan organisasi usaha pesaingnya.Keunggulan tersebut dapat di peroleh melalui :
1.Mendudukkan koperasi sebagai penguasa yang kuat di pasar.
2.Kemampuan dalam mereduksi biaya transaksi.
3.Pemanfaatan interlinkage market.
4.Pemanfaatan trust capital.
5.Pengedalian ketidakpastian.
Prasyarat keberhasilan kewirakoperasian :
Koperasi sebagai
unit usaha yang bergerak dibidang ekonomi dan sosial pada dasarnya mempunyai
tujuan yang sama yaitu: Membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,yang
merupakan sasaran utama pertumbuhan ekonomi.
Hakikat dari
fungsi wirausaha yaitu : Melihat dan menerapkan kemungkinan-kemungkinan baru
dalam bidang ekonomi.fungsi ini disebut fungsi inovatif.
Daftar Pustaka
( Dilihat pada
tanggal 16 juni 2019)
Komentar
Posting Komentar