SHU (sisa hasil usaha), Nilai dan prinsip dasar sebagai kekuatan koperasi dalam menghadapi globalisasi ekonomi, pemberdayaan koperasi melalui penguatan manajemen pemasaran strategic, kewirausahaan koperasi



SHU (SISA HASIL USAHA)
Pengertian SHU
SHU koperasi adalah pendapatan yang di peroleh dalam waktu satu tahun buku yang di kurang dengan biaya,penyusutan dan kewajuban,termasuk pajak dalam tahun buku yang berhubungan. SHU setelah di kurangi dengan dana cadangan lalu di bagikan kepada anggota sesuai dengan jasa masing-masing anggota,dan di gunakan untuk pendidikan pengkoperasian. Semakin besar transaksi,maka semakin besar SHU yang di terima.
Besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.Besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.SHU terdapat di dalam pasal 45 ayat (1) UU No. 25/1992, adalah sebagai berikut:
Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

Rumus Pembagian SHU
            Rumus Pembagian SHU Menurut UU No. 25/1992 pasal 5 ayat1. Mengatakan bahwa “pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”. Didalam AD/ART koperasi telah ditentukan pembagian SHU sebagai berikut: Cadangan koperasi 40%, jasa anggota 40%, dana pengurus 5%, dana karyawan 5%, dana pendidikan 5%, danasosial 5%, dana pembangunan lingkungan 5%. Tidak semua komponen diatas harus diadopsi dalam membagi SHU-nya. Hal ini tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota. Perumusan     : SHU = JUA + JMA, dimana
SHU                 = Va/Vuk . JUA + Sa/Tms . JMA
Dengan keterangan sebagai berikut :
SHU     : sisa hasil usaha
JUA      : jasa usaha anggota
JMA     : jasa modal sendiri
Tms     : total modal sendiri
Va        : volume anggota
 Vak     : volume usaha total kepuasan
Sa        : jumlah simpanan anggota


Prinsip-prinsip Pembagian SHU Koperasi

1.      SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota.
2.      SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
3.      Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan.
4.      SHU anggota dibayar secara tunai

Pembagian SHU per Anggota
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan
dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya.
Contoh :
Perhitungan SHU (Laba/Rugi) Koperasi A Tahun Buku 1998 (Rp000)
Penjualan /Penerimaan Jasa
Rp 850.077
Pendapatan lain
Rp 110.717

Rp 960.794
Harga Pokok Penjualan
Rp (300.539)
Pendapatan Operasional
Rp 659.888
Beban Operasional
Rp (310.539)
Beban Administrasi dan Umum
Rp (35.349)
SHU Sebelum Pajak
Rp 214.00
Pajak Penghasilan (PPH Ps 21)
Rp (34.000)
SHU setelah Pajak
Rp 280.000

Sumber SHU:
SHU Koperasi A setelah pajak Rp 280.000
Sumber SHU:
- Transaksi Anggota Rp 200.000
- Transaksi Non Anggota Rp 80.000

Pembagian SHU menurut Pasal 15, AD/ART Koperasi A:
a.    Cadangan : 40% X 200.000 ; Rp 80.000
b.   Jasa Anggota : 40 % X 200.000 : Rp 80.000
c.    Dana Pengurus : 5% X 200.000 : Rp 10.000
d.   Dana Karyawan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
e.    Dana Pendidikan : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
f.     Dana Sosaial : 5 % X 200.000 : Rp 10.000
Rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian Anggota dibagi sebagai berikut:
Jasa Modal : 30% X Rp 80.000.000 Rp24.000.000
Jasa Usaha : 70% X Rp 80.000.000 Rp 56.000.000

Jumlah anggota,simpanan dan volume usaha koperasi:
Jumlah Anggota : 142 orang
Total Simpanan Anggota : Rp 345.420.000
Total Transaksi Anggota : Rp 2.340.062.000.

Per anggota Contoh: SHU yang diterima
SHU Usaha Adi = 5.500/2.340.062 (56.000) = Rp 131,62
SHU Modal Adi = 800/345.420 (24.000) = Rp 55,58
Dengan demikian, jumlah SHU yang diterima Adi adalah:
Rp 131.620 + Rp 55.580 = Rp 187.200


Daftar Pustaka
( Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)













NILAI DAN PRINSIP DASAR SEBAGAI KEKUATAN KOPERASI DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI

Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Koperasi di Era Globalisasi
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha mensejahterakan rakyat Indonesia.
Koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.Meskipun koperasi lebih memberi fokus untuk memenuhi kebutuhan lokal para anggotannya, mereka juga bekerjasama dan terkait. Mereka sama-sama mendukung dan mempraktekan nilai maupun prinsip yang terkandung didalam ICIS (Pernyataan Internasional tentang jatidiri Koperasi). Basis demokrasi dan kombinasi tujuan sosial ekonomi yang unik menempatkan koperasi sebagai lembaga ideal yang berperan untuk meningkatkan kelayakan globalisasi.
Dalam banyak hal koperasi adalah cermin dan lebih menampakan wajah kemanusiaan dari globalisasi yang mementingkan uang dan modal semata-mata. Bukan tidak mungkin untuk menghadapi persaingan pasar bebas pengembangan peran masyarakat melalui koperasi akan menjadi salah satu titik yang menjadikan globalisasi sebagai pembukaan kesempatan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk menunjukan sejauhmana potensi dan apa yang akan dilakukan koperasi agar bertahan dalam globalisasi yang diwarnai oleh persaingan efisiensi dan profesionalisme pelaku bisnis dan apa yang sesungguhnya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkembangkan koperasi dalam memberdayakan masyarakat dalam potensi ekonomi Untuk menghadapi Era Globalisasi, koperasi di Indonesia memerlukan beberapa hal seperti:

1.      Membagi koperasi menurut beberapa sektor :
a.      Koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi
b.      Koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
c.       Koperasi kredit dan jasa keuangan
2.      Koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi.
3.      Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan point penting karena hal itu yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.
4.      Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan lokal spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda.
5.      Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
6.      Kegiatan koperasi bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.
7.      Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.

Dengan demikian, koperasi setidaknya mampu menghadapi era globalisasi saat ini, bukan malah terseret arus globalisasi yang berdampak koperasi akan tenggelam. Keberhasilan usaha koperasi di Indonesia biasanya bergantung pada dua hal. Pertama, program pemerintah karena koperasi sering dijadikan “kepanjangan” tangan pemerintah dalam mengatur sendi perekonomian. Kedua, keinginan pemenuhan kebutuhan anggota; jadi koperasi koperasi seringkali dipakai sebagai alat pemenuhan kebutuhan anggota yang biasanya juga berkaitan dengan program yang telah dicanangkan pemerintah.


Peluang dan Tantangan koperasi di era globalisasi

Tantangan koperasi dalam menghadapi globalisasi antara lain :
1.      Keterbatasan informasi pasar dan teknologi
2.      Kendala dalam akses permodalan
3.      Kapasitas SDM yang relatif rendah disebabkan faktor budaya yang membatasi ruang geraknya dalam berorganisasi dan
4.      Belum dikenalnya keberadaan koperasi dikalangan masyarakat.

Solusi menggerakan denyut nadi koperasi menghadapi globalisasi adalah melalui pemberdayaan masyarakat sendiri secara profesional, otonom, dan mandiri dalam arti berkemampuan mengelola usaha sebagaimana layaknya badan usaha lain, koperasi juga harus mampu mengoptimalkan potensi ekonominya serta memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan seluruh perilaku ekonomi. Dengan semakin besarnya peluang masyarakat dan meningkatnya jumlah kelompok masyarakat yang memiliki usaha produktif, perlu dipertimbangkan untuk menumbuhkan koperasi-koperasi baru yang otonom, dan mandiri.
Untuk itu perlu :
1.      Dimotivasi melalui pendidikan ;
2.      Sosialisasi dalam rangka pengembangan sosial kapital kelompok masyarakat
3.      Membangun sistem pemberdayaan ekonomi kaum masyarakat
4.      Memacu pengembangan usaha produktif
5.      Menumbuhkan jiwa kewirakoperasian serta
6.      Mempermudah mekanisme pendirian koperasi.

Daftar Pustaka
( Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)







PEMBERDAYAAN KOPERASI MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN PEMASARAN STRATEGIC
Harry S.Freedom (1999), mengemukakan bahwa manajemen usaha-usaha kecil itu biasanya terlalu banyak yang hendak/harus dikerjakan tetapi terlalu sedikit waktu yang tersedia. Ini mungkin karena soalnya begitu pelik atau mungkin yang mengerjakannya tidak mempunyai kapasitas/kemampuan untuk itu baik diukur dari kegiatan-kegiatannya (actions) maupun dari batasan waktu yang sebenarnya. Diakui bahwa memang terdapat batasan-batasan dana, waktu dan personalia dalam bahan-bahan usaha yang relative kecil termasuk koperasi.Disadari bahwa lingkungan koperasi itu berubah-berubah, Manajemen koperasi harus selalu menyadari perubahan-perubahan ini. Ini dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, serta pengalaman . Kita mengetahui bahwa perubahan-perubahan itu meliputi kompleksa yang mungkin tidak dapat dikuasai pengurus koperasi. Oleh karena itu koperasi harus mengubah pendekatan menajerialnya terhadap perubahan-perubahan yang cepat ini. Kalau menggunakan konsultan atau bimbingan direktorat mungkin tidak ada  dana atau waktu maka jelas pendekatan soal harus dilakukan sendiri oleh koperasi. Yang harus dilakukan adalah berusaha meneliti pola-pola (perubahan) data. Ada yang menyimpang dari pola ini saja yang perlu diperhatikan sehingga tindak lanjutnya dibatasi gerakannya, dengan demikian starategi kebijaksanaan dan taktik dapat diarahkan.


KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

            Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)  dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari : (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber  inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.   Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan, sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Perekonomian nasional, jika diukur dengan PDB, telah pulih dari krisis ekonomi pada tahun 2003. Secara umum peran usaha mikro dan kecil dalam PDB mengalami kenaikan dibanding sebelum krisis, bersamaan dengan merosotnya usaha menengah dan besar, terutama pada puncak  krisis ekonomi tahun 1998 dan 1999, namun kemudian tergeser kembali oleh usaha besar.   Usaha kecil telah pulih dari krisis pada tahun 2001, dan usaha besar baru pulih dari krisis pada tahun 2003, sedang untuk usaha menengah diperkirakan  pulih pada tahun 2004. Krisis ekonomi mengakibatkan Indonesia tertinggal tujuh tahun dibandingkan negara lain dalam membangun daya saing perekonomian nasionalnya.
Untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi yang ditetapkan oleh Kabinet Indonesia Bersatu, maka pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu memperoleh perhatian, mengingat:
1.      PERTUMBUHAN EKONOMI MEMERLUKAN DUKUNGAN INVESTASI
Pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini relatif akan sulit menarik investasi.   Untuk itu, keterbatasan investasi perlu diarahkan pada upaya mengembangkan wirausaha baru.  Usaha Kecil pada tahun 2003 rata-rata hanya memerlukan investasi sebesar Rp 1,5 juta per unit usaha yang dapat menghasilkan PDB sebesar Rp 4,3 juta atas dasar harga
2.      PENYERAPAN TENAGA KERJA OLEH UKM
UKM mampu menyerap 99,45% tenaga kerja di Indonesia.  Berkembangnya wirausaha sebanyak 6,67 juta dalam lima tahun, dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja oleh usaha kecil sebesar 1,6 orang tenaga kerja per unit usaha, maka usaha kecil diharapkan mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 10,67 juta orang.  Jika pertumbuhan penyerapan tenaga kerja oleh sektor usaha besar dan menengah konsisten, maka sasaran pengangguran sebesar 5,1% (atau hanya 5,94 juta orang menganggur, yang berarti sebanyak 110,6 juta orang bekerja dari perkiraan 116,516 juta angkatan kerja pada tahun 2009) akan dapat dicapai.   Bahkan, jika pengembangan kewirausahaan dan penumbuhan unit usaha baru dilaksanakan secara optimal, pengangguran terbuka akan dapat ditekan pada angka  3,28% pada tahun 2009.  Perhitungannya tahun 2003, jumlah angkatan kerja di Indonesia 103,416 ribu orang, yang bekerja 92,057 ribu orang dan yang menganggur 11,359 ribu orang.   Dengan asumsi kemampuan penyerapan tenaga kerja yang ada hanya 2 juta per tahun yang berarti 10 juta dalam lima tahun ditambah 10,67 juta dari wirausaha baru, maka perkiraan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2009 sekitar 112,7 juta orang, yang berarti tingkat pengangguran dalam kisaran 3,28%.
3.      PRODUKTIVITAS PEMBENTUKAN PDB USAHA MIKRO DAN KECIL
Produktivitas pembentukan PDB usaha mikro dan kecil per tenaga kerja atas dasar harga berlaku pada tahun 2003 sebesar Rp 10,45 juta per orang (US$ 1.161, asumsi kurs US$ = Rp 9.000), dengan laju pertumbuhan rata-rata dalam 4 tahun terakhir 9,35%, sehingga pada tahun 2009 diperkirakan produktivitasnya sebesar Rp 17,87 juta per orang tenaga kerja atau setara dengan USD 1.787 (dengan asumsi sangat konservatif US$ 1 = Rp 10.000).    Perlu diingat, ini terkait dengan 88,4% tenaga kerja di Indonesia.   Peningkatan ini diharapkan akan meningkatkan pendapatan per kapita dari kelompok mayoritas penduduk terbawah dari US$ 431,6 menjadi US$ 875,9 per kapita (Rasio TK : penduduk = 1 : 2,69 pada tahun 2003 menjadi      1 : 2,04 pada tahun 2009).  Pemberdayaan UKM akan membantu upaya meningkatkan pendapatan per kapita, dan sekaligus meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, sehingga upaya menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 8,2% pada tahun 2009 dapat dicapai.
4.      STABILITAS EKONOMI MAKRO
Pengembangan UMKM diharapkan akan meningkatkan stabilitas ekonomi makro karena menggunakan bahan baku lokal dan memiliki potensi ekspor, sehingga akan membantu menstabilkan kurs rupiah dan tingkat inflasi.   Pembangunan UMKM akan menggerakkan sektor riil karena UMKM umumnya memiliki keterkaitan industri yang cukup tinggi. Sektor UMKM  diharapkan akan menjadi tumpuan pengembangan sistem perbankan yang kuat dan sehat pada masa mendatang, mengingat non-performing loan-nya yang relatif sangat rendah. Pengembangan UMKM juga akan meningkatkan pencapaian sasaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya. 
5.      KEHIDUPAN YANG AMAN, DAMAI, ADIL, DEMOKRATIS, DAN SEJAHTERA
Adanya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan diharapkan akan membantu mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera.  Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi.   Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi ketimpangan ekonomi di masyarakat; serta sulit mewujudkan keadilan hukum, jika ketimpangan penguasaan sumberdaya produktif masih sangat nyata.    Pembangunan UMKM merupakan salah satu jawaban untuk mewujudkan visi Indonesia yang aman, damai, adil, demokratis, dan sejahtera.

PERMASALAHAN
1.      RENDAHNYA PRODUKTIVITAS
Perkembangan kinerja UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antara pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil yang belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Kinerja seperti ini berkaitan dengan : (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia UMKM, khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan, dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional.

2.      TERBATASNYA AKSES UMKM KEPADA SUMBERDAYA PRODUKTIF
            UMKM memiliki akses yang terbatas kepada sumberdaya produktif, terutama  permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing.
 Perbankan menerapkan persyaratan pinjaman yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak.  Di samping itu, perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar, masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang berisiko tinggi.  Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.  Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai serta memerlukan biaya yang relatif besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM.  Sementara itu, ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.
3.      MASIH RENDAHNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI KOPERASI
            Sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang.  Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan.  Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Di antara koperasi yang aktif tersebut hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang mempunyai manajer koperasi.

4.      TERTINGGALNYA KINERJA KOPERASI DAN KURANG BAIKNYA CITRA KOPERASI
            Kurang pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik-praktik berkoperasi yang baik (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar, yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia, yakni :

-          Koperasi yang didirikan tanpa didasari dengan adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggota, sehingga kehilangan jatidirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri;
-          Koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha;
-          Masih terdapat kebijakan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi;
-          Koperasi masih sering dijadikan oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi.
Sebagai akibat dari kondisi di atas, maka : (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya; dan (ii) citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian, dan dukungan masyarakat kepada koperasi.
5.      KURANG KONDUSIFNYA IKLIM USAHA
Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah:
(a)    ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalan pemberdayaan koperasi dan UMKM.  Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, temyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat, sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan, bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pelayanan satu atap. Namun, masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu, sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat.  Di samping itu, kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang.  Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh, dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin, mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha, dan tersebarnya UMKM.

Sasaran Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
            Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.  Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar, melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya.  Sementara itu, UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.

Dengan perspektif peran seperti ltu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004-2009 adaIah:
  1. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari Iajupertumbuhan produktivitas nasional;
  2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
  3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan Iaju pertumbuhan Iebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
  4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
  5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi.

Daftar Pusaka

( Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)









KEWIRAUSAHAAN KOPERASI

Pengertian kewirausahaan koperasi
Kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif (bekerja bersama-sama). Sikap mental positif berarti orientasi seorang wirakop (orang yang melaksankan kewirakoperasian) harus diarahkan pada upaya perbaikan secara terus menerus guna mencapai kinerja koperasi yang unggul. Perbaikan-perbaikan tersebut dapat dilakukan dengan mengefektifkan kerjasama yang harmonis berbagai kalangan yang berperan aktif dalam pengembanagn koperasi seperti, angfgota,pihak menejemen, birokrat, maupun para katalis. Tugas utama wirakop adalah menjadi prakarsa inovatif, artinya menjadi orang terdepan dalam usaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluan yang ada untuk menemukan sesuatu yang bari dan bermanfaat demi kepentingan bersama. Bertindak inovatif tidak hanya dilakukakan ada saat memulai usaha tetapi juga pada saat usaha itu berjalan, bahkan pada saat usaha koperasi berada dalam kemunduran. Perihal yang lebih penting adalah tindakan inovatif pada saat usaha koperasi berada dalam kemunduran (stagnasi). Pada saat itu wirakop diperlukan agar koperasi berada pada siklus hidup yang baru.
Seorang wirakop harus memilki keberanian mengambil resiko. Dunia penuh dengan ketidakpastian , sehingga hal-hal yang diharapkan kadang tidak seuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Untuk menghadapinya diperlukan wirausahawan yang mempunyai kemampuan mengambil resiko. Tentu saja pengambilan reiko ini dilakukan dengan perhitungan-perhitungan yang cermat. Pada koperasi, resiko ditimbulkan oleh ketidakpastian sedikit terkurangi oleh orietai usahanya yanga lebih banyak di pasar internal. Pasa rinternal memungkinkan etiap usaha menjadi beban koperasi dan anggotanya karena koperasi adalah milik anggopta. Oleh karena itu seharusnya anggota tidak mungkin merugikan koperasinya. Kalaupun terjadi kerugian dalam kegiatan operasional, resiko terebut akan ditanggung bersama-sama sehingga resiko per anggota menjadi relative kecil.
Kegiatan wirakop harus berpegang teguh pada prinsip koperasi, terutama prinsip identitas koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik sekaligus sebgai pelanggan yang ahrus diutamakan agar aggota mau berpartisipasi aktif terhadap koperasi. Karena para wirakop bertugas meningkat pelayanan dengan jalan menyediakan berbagai kebutuhan anggotanya. Selain prinsip identitas koperasi juga memilki prinsip lain seperti yang dituangkan pada UU  Perkoperasian No. 25 Tahun 1992. Prinsip tersebut terdiri dari : a) keanggotaan bersifat terbuka dan suka rula. B) pengelolaan dilakukan secara demokratis. C) pemabgian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota. D) pemberian balas jasa yang terbatas terhdap modala. E) kemandirian. F) pendidikan perkoperasian, dan G) kerjasama antar koperasi.
Tujuan utama setiap wirakop dalam memenuhi kebutuhan anggota koperasi dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Dalam rangka mencapai tujuan terebut seorang wirakop harus mampu menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada di lingkungan koperasi, seperti kepentingan anggota, perusahaan koperasi, karyawan, dan lain-lain. orangg wirakop terkadan dihadapkan pada masalah konflik kepentingan masing-masing pihak. Bila ia lebih mementingkan usaha koperasi, otomatis ia harus berorientasi di pasar eksternal dan hal ini berarti mengrangi nilai pelayanan terhadap anggota. Sebaliknya, bila orientasinya di pasar internal dengan mengutamakan kepentingan anggota yang menjadi korban adalah pertumbuhan koperasi yang lambat.
Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, menejer, birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi, dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap perkembangan koperasi.

Fungsi Kewirakoperasian
Fungsi kewirakoperasian dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Kewirakoperasian rutin
2. Kewirakoperasian arbitase, dan
3. Kewirakoperasian inovatif.

-          Kewirakoperasian rutin berkaitan dengan berbagai kegiatan yang bersifat rutin dalam organisasi usaha koperasi seperti produksi, pemasaran,personalia, keuangan, administrasi, dan lain-lain. Program-program telah direncanakan, di organisasi, dan dilaksanakan. Tugas wirakop hanyalah meluruskan atau mengendalikan ssesuatu agar berjalan sesuai dengan program yang telah direncanakan. Dalam pengertian lain, tugas wirakop ynag bersifat rutin berhubungan erat dengan alokasi factor produksi. Dalam alokasi sumberdaya kadang terjadi penyimpangan dari hal yang direncanakan semula, dan penyimoangan ini perlu diluruskan. Jadi pada dasarnya kegiatan wirakop dalam hal ini hanyalah menyelesaikan permasalahn yang terjadi dalam aktivitas rutin sehari-hari. Kewirakoperasian rutin mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a.      Kegiatan kewirakoperasian berhubungan dengan evaluasi dan koreksi bila terjadi mis
alokasi sumberdaya.
b.      Menejer (wirakop) mempunyi informasi yang banyak tentang sumber daya, tujuan dan resiko yang dihadapai.
c.       Rendahnya ketidakpastian memungkinkan wirakop mampu memaksimumkan tujuan
(misalnya provit).

-          Kewirakoperasian arbitrasi berkaitan dengan keputusan-keputusan wirakop yang diambil dari dua kondisi yang berbeda. Tuga sutama dari wirakop dalam hal ini mencari peluang yang menguntungkan dari dua kondisi yang berbeda. Misalnya harga input di daerah A lebih murah dari pada daerah B, maka wirakop yang jeli akan mendatangkan input dari daerah A bila hal itu relative lebih menguntungkan. Kondisi lain, bila harga output di daerah C lebih tinggi dari pada daerah D maka wirakop yang jeli akan menjual di daerah C sepanjang memberikan tambahan keuntungan. Kemudian, untuk memperoleh keberhasilan dalam kondisi ini, wirakop haru mempunyai informasi yang banyak tentang lingkungan dan pasar yang hendak dituju dan memanfaatkan informasi ini untuk kemajuan koperasi.

-          Kewirakoperasian inovatif berkaitan dengan kegiatan wirakop dalam mencari, menemukan dan memanfaatkan peluang-peluangbinis hingga menemukan seseorang yang baru dan berbeda. Wirakop yang inovatif berarti wirakop yang selalu tidak puas dengan kondisi yang ada. Ia selalu berusaha mencari, menemukan dan memanfaatkan peluang yang diperoleh. Ia sangat diperlukan terutama pada kondisi dimana perusahaan (termasuk koperasi) mengalami stagnasi. Ia juga diperluka oleh perusahaan atu koperasi yang menghadapi masalah ketidakpastian yang serius dalam lingkungan yang dinamis.

Tipe-tipe kewirakoperasian

Kewirakoperasian dibagi menjadi 4 tipe yaitu :

        1.Kewirakoperasian Anggota
        2.Kewirakoperasian Manager
        3.Kewirakoperasia Birokrat
        4.Kewirkoperasian Katalis

Tugas-tugas kewirakoperasian :

Tugas kewirakoperasian adalah menciptakan keunggulan bersaing koperasi dibanding dengan organisasi usaha pesaingnya.Keunggulan tersebut dapat di peroleh melalui :

    1.Mendudukkan koperasi sebagai penguasa yang kuat di pasar.
    2.Kemampuan dalam mereduksi biaya transaksi.
    3.Pemanfaatan interlinkage market.
    4.Pemanfaatan trust capital.
    5.Pengedalian ketidakpastian.

Prasyarat keberhasilan kewirakoperasian :
Koperasi sebagai unit usaha yang bergerak dibidang ekonomi dan sosial pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu: Membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,yang merupakan sasaran utama pertumbuhan ekonomi.
Hakikat dari fungsi wirausaha yaitu : Melihat dan menerapkan kemungkinan-kemungkinan baru dalam bidang ekonomi.fungsi ini disebut fungsi inovatif.


Daftar Pustaka

( Dilihat pada tanggal 16 juni 2019)


Komentar

Postingan Populer